SELAMAT UNTUK GARUDA JAYA U-19 YANG MEMBUNGKAM KORSEL 3-2 DALAM LAGA AFC CUP GRUP G

Sabtu, 20 April 2013

Kasus Anggota DPRD Sampang Membuktikan Buruknya Kaderisasi Parpol




Lintas Madura (20/04/2013)- Terungkapnya  kasus dugaan pencabulan yang melibatkan M Hasan Achmad, anggota DPRD Kabupaten Sampang, yang kini ditangani Polrestabes Surabaya tidak hanya mencoreng kembali lembaga legislatif atas perilaku amoral anggota dewan di negeri ini. M Hasan Achmad atau Ihsan dituduh melakukan tindakan pelecehan sampai penyetubuhan terhadap beberapa perempuan di bawah umur.
Sebelum melakukan aksinya, Hasan atau Ichsan yang merupakan kader PPP Sampang tersebut mengucapkan ijab Kabul (nikah siri) di dalam mobil dipimpin oleh seorang ustaz yang khusus diminta Hasan. Hal itu dilakukan menurut pengakuan tersangka di beberapa media agar tidak menimbukan dosa. Saat ini polisi sedang memburu penghulu yang membantu pelaku sebelum menyetubuhi korban.  

PPP Jatim pecat Hasan
Begitu mendengar kabar penangkapan Hasan ini, DPW PPP Jatim langsung mengeluarkan surat keputusan pemecatan pada pelaku. Hal ini dilakukan karena pelaku, yakni Hasan alias Ichsan dianggap telah mencoreng nama baik partai dengan kelakuannya yang amoral.

Buruknya Kaderisasi Parpol
Kasus yang melanda kader PPP ini hanya bagian dari beberapa kasus yang muncul melibatkan anggota dewan yang terhormat. Mulai dari kasus korupsi, penipuan, sampai pornografi dan pornoaksi. Kasus-kasus amoral yang melibatkan anggota dewan mulai dari DPR, DPRD sampai DPRD Kabupaten Kota menandakan system pengkaderan di parpol tidak jalan. Parpol lebih memprioritaskan kalangan orang berduit dan orang yang punya basis massa riel untuk menopang keberlanjutan parpol ketimbang kader mereka sendiri yang loyal.
Sistem rekrutmen parpol juga salah kaprah, karena hanya untuk kepentingan pragmatis oriented. Menurut aktivis lembaga masyarakat Madura Society Development, Hayaturrahman cara-cara parpol merekrut anggota dan menetapkan calon legislatif sangat kental berbau kapitalistik dan terkesan meninggalkan kader yang telah lama loyal. “ artinya kader parpol yang loyal dan lama berjuang bisa kalah dengan sekejap dengan kekuatan uang dan tokoh yang hanya mencari sensasi status quo” tegasnya.
Ironisnya menurut  Hayaturrahman, yang juga mantan aktivis PMII Sumenep ini calon yang jadi dari kalangan yang tidak jelas tadi justru sering membuat ulah, mulai dari korupsi dan tindakan memalukan parpol yang ia pijaki. “ Ya itulah, mereka kan hanya jadikan parpol batu loncatan, selain memang siap meloncat pada parpol lain yang menjanjikan, ia juga kadang suka bermasalah”, imbuhnya.
“Sudah saatnya parpol kembali pada khittah, yakni memosisikan peran parpol pada rel semestinya, sebagai wadah pengkaderan estafet kepemimpinan bangsa, bukan justru malah menjadi sumber masalah bangsa dan Negara”, selorohnya. (mam/lm)

UN 2013 : Harus Ada Konsensus Nasional Membatalkan Hasil UN?


Anggota Komisi X DPR RI Dedi Suwandi Gumelar  mengusulkan sebuah konsensus nasional agar penilaian Ujian Nasional (UN) kali ini dibatalkan. Alasannya, banyak terjadi permasalahan di lapangan yang membuat hasil akhirnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Ini harus jadi konsensus nasional. Dalam rapat kerja saya akan sampaikan, rasa­nya pantas hasil UN ini diba­talkan seluruhnya. Tidak adil, karena ada yang dapat foto copy, ada yang nyusul. Apalagi banyak laporan kebo­coran. Jadi anak-anak dinilai sekolah saja,” tegasnya dalam acara dialog di Jakarta, Jumat (19/4).

Apalagi, tambah Dedi, putusan pengadilan pada tahun 2007 memutuskan agar UN tidak dilaksanakan sam­pai pemerintah dapat mening­katkan kualitas guru, peme­nuhan sarana dan prasarana serta akses informasi yang lengkap di seluruh Indonesia.
“Putusan ini dikukuhkan Mahkamah Agung yang meno­lak kasasi pemerintah,” lanjut anggota FPDIP yang akrab dipanggil Miing ini.
Ia mengingatkan, amanat UU No 20/2003 tentang Sis­tem Pendidikan Nasional juga memperkuat hal ini bahwa kelulusan peserta didik diten­tukan oleh satuan pendidikan yaitu guru dan kepala sekolah. Baginya kasus semrawutnya pelaksanaan UN tahun ini harus menjadi pintu masuk bagi pemerintah untuk melak­sanakan amar putusan MA dan kembali ke UU.
“Pemerintah tidak bisa sekedar minta maaf. Pak Nuh sebagai menteri memang ha­rus bertanggung jawab. Tetapi sebagai bentuk tang­gung jawab moral, rasa malu, mundur adalah cara yang paling baik,” tegas Dedi Gume­lar yang akrab disapa Miing itu.
Sementara itu anggota Komisi X Jefirstson R Riwu Kore  menilai  penyelengga­raan UN tahun ini sangat buruk. Ia berharap Menteri Pendi­dikan dan Kebudayaan M. Nuh harus bertanggungjawab atas terjadinya berbagai persoalan terkait penye­leng­garaan UN tahun ini.
“Akibat penyelenggaraan UN yang kacau,negara menga­lami kerugian yang cukup besar. Kerugian tersebut bukan hanya kerugian mate­ril, tetapi juga kerugian psikologi anak yang tidak bisa dibayar dengan apapun,” tegasnya.
Dia mengharapkan kasus UN tahun ini tidak terulang di tahun-tahun mendatang. “Kejadian seperti ini tidak bisa dibayangkan, karena mereka sudah siap melakukan UN, namun UN malah ditun­da dengan waktu yang tidak jelas. Tentu mereka sangat kecewa,” katanya.
Dia meminta  Mendikbud, agar ada pertanggung­ja­wab­kan yang jelas kepada publik. “Menteri tidak cukup hanya minta maaf karena program UN adalah program tahunan yang sudah rutin setiap ta­hunnya. Maka tidak ada alasan hal ini terjadi karena percetakan yang disalahkan. Mestinya semua ini sudah dipersiapkan agar UN lebih baik dari tahun yang lalu. Tetapi kenyataannya malah lebih jelek dari tahun kema­rin,” tegasnya.
Ia meminta Presiden SBY secepatnya memanggil Men­dik­bud agar bisa mendapatkan informasi yang jelas tentang permasalahan yang terjadi. “Komisi X DPR juga akan secepatnya memanggil Men­teri untuk menjelaskan semua kejadian yang mencoreng dunia pendidikan ini.  Kalau Men­dikbud tidak dipanggil ke Komisi X DPR, seolah-olah membiarkan semua kejadian tersebut dan seolah-olah lepas tangan. Dunia pendidikan akan hancur jika hal seperti ini dibiarkan. Padahal kita tidak menginginkan pendi­dikan anak-anak kita jatuh,” ujarnya. (from redaksi e-news)